Jakarta – Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami kerusakan setelah dilanda bencana. Hoax atau berita bohong muncul di tengah kekhawatiran. Bagaimana ceritanya?
Masyarakat pesisir Laut Selor, Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, NTT, mengandalkan Toa atau alat pengeras suara dari sejumlah tempat ibadah dan lonceng sebagai alat komunikasi saat terjadi bencana. Di Desa Lamahala, misalnya.
Desa ini memiliki pengeras suara di Masjid Jami Al Maruf serta 14 surau di lingkungan warga. Sementara itu, lonceng dibunyikan dari Gereja Kristus Raja, Waiwerang Kota.
“Kita tidak tahu yang namanya informasi prakiraan cuaca dari telepon genggam. Biasanya kalau yang muslim ada pengumuman dari Toa masjid. Kalau yang Nasrani membunyikan lonceng di gereja. Itu saja,” kata warga Desa Lamahala, Adonara Timur, Hamid Atapuka (40), saat ditemui di Flores Timur, Kamis (8/4), seperti dilansir Antara.
Kamis pagi, imam Musala Nur Hikmah Lamahala memberi pengumuman. Dia mengajak pemuda setempat bergotong royong membersihkan Masjid Waiburak, yang terendam banjir bandang pada Minggu (4/4).
Pengumuman ini disampaikan menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia melalui pengeras suara. “Diberitahukan seluruh pemuda pemudi Desa Lamahala Jaya, mengundang untuk membersihkan Masjid Waiburak untuk persiapan salat Jumat,” kata imam musala Nur Hikmah.
Setelah diterjang bencana banjir bandang, sebagian warga sudah mulai ‘aware’ untuk mempelajari informasi sistem peringatan dini yang disampaikan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Seorang bidan, Kartini (23), pun mengaku sudah menginstal aplikasi BMKG agar bisa mengetahui peringatan dini tentang bencana alam.
“Saya sudah menginstal (memasang program) aplikasi BMKG. Kalau dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak ada aplikasinya,” kata Kartini.
Kartini menjelaskan masyarakat yang mendapatkan info peringatan dini bencana masih menyebarkan informasi ini dari mulut ke mulut atau dengan menelepon teman dan keluarganya. Namun karena info ini juga, lanjutnya, sering kali muncul hoax yang menyebabkan masyarakat panik.
“Pada Rabu (7/4) sekitar jam 00.00 Wita, saya dapat laporan dari warga di sekitar dermaga Waiwerang katanya akan ada banjir susulan. Warga berlarian sampai ada yang jatuh. Tapi kan ternyata itu berita bohong,” katanya.
Mengapa hoax bisa cepat tersebar? Kartini mengatakan warga setempat cenderung mudah terprovokasi karena kabar bencana datang dari orang-orang terdekat mereka tanpa konfirmasi kepada pihak terkait.
Dia pun menceritakan, sejak Rabu dini hari kemarin, sinyal telepon seluler warga di Flores Timur mengalami gangguan selama 16 jam. Situasi itu dibarengi beredarnya informasi akan ada banjir susulan.
“Masyarakat banyak lari ke gunung, tapi kan ternyata itu tidak benar,” ungkap Kartini.
Sementara itu, dari pantauan Antara di sekitar kawasan Waiburak dan Waiwerang Kota, tidak tampak alat sirene mitigasi bencana.
Satu spanduk bertulisan ‘Flores Timur Tanggap Bencana’ terpasang di dekat pusat pertokoan dan Pasar Waiwerang Kota. Namun spanduk ini sudah dalam kondisi lusuh dan sebagian lainnya robek akibat faktor usia.
Kepala BPBD Flores Timur Thomas Bangke, yang dihubungi melalui sambungan telepon, belum memberikan tanggapan soal peristiwa ini.
sumber : detikcom